Dyah Aryani Perwitasari
Majalah Farmasi Indonesia, 17(2), 2006 91
Kajian penggunaan antiemetika pada pasien
kanker dengan terapi sitostatika di rumah
sakit di Yogyakarta
Study of antiemetic pattern on cancer patients with
cancer by cytostatic therapy hospitals in Yogyakarta
Dyah Aryani Perwitasari
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan
antiemetik pada penderita kanker berdasarkan medical record yang ada di
rumah sakit di Yogyakarta. Selanjutnyan pola penggunaan antiemetik di
rumah sakit tersebut akan dibandingkan dengan literatur untuk mengetahui
kesesuaian penggunaannya.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang bersifat
retrospektif. Data diperoleh dari medical record yang ditulis oleh dokter dan
perawat untuk pasien kanker rawat inap di rumah sakit di Yogyakarta selama
bulan Januari – Juni tahun 2003. Data yang diperoleh kemudian
dikelompokkan berdasarkan pengobatan sitostatika dengan efek emetogenik
berat, sedang maupun ringan, kondisi pasien kanker, dan penggunaan
antiemetik sebelum dan setelah mendapat pengobatan sitostatika.
Hasil penelitian di rumah sakit menunjukkan antiemetik yang diberikan
pada pasien kanker yang mendapat sitostatika dengan emetogenik berat
belum ada yang sesuai dengan literatur karena tidak ada yang menggunakan
kombinasi deksametason. Antiemetika yang diberikan pada pasien kanker
yang mendapat sitostatika emetogenik sedang di rumah sakit juga belum
ada yang sesuai dengan literatur.Untuk penderita kanker yang melakukan
pengobatan sitostatika dengan emetogenik ringan belum sesuai dengan
literatur baik pada penggunaan antiemetik sebelum maupun setelah
pengobatan sitostatika. Jenis antiemetik yang digunakan sebelum pengobatan
sitostatika belum sesuai dengan literatur yaitu ondansetron dan
metoklopramid, sedangkan antiemetik yang digunakan setelah pengobatan
sitostatika yang sesuai dengan literatur yaitu metoklopramid.
Kata kunci: Antiemetik, Efek Emetogenik, Sitostatika, rumah sakit.
Abstract
The aim of the research was to know the description of antiemetic
usage on the patients with cancer based on the medical records that were
available in the hospital. Hereby, the use of antiemetic would be compared to
literature for seeing the pattern.
The study was a descriptive, analytic and retrospective study. The data
taken from the medical records were written by doctor and nurses for cancer
in patients hospital during Januari to June 2003. Data were grouped based
on cytotoxic treatment with strong, medium and weak emetogenic effects,
the condition of cancer patients, and antiemetic usage before and after
having cytotoxic treatment.
The results showed antiemetic usage before and after strong
emetogenic cytotoxic treatment were not suitable because there was no
combination with dexametason. Antiemetic usage which was used before and
Majalah Farmasi Indonesia, 17(2), 91 – 97, 2006
Kajian penggunaan antiemetika...................
Majalah Farmasi 92 Indonesia, 17(2), 2006
after mild emetogenic cytotoxic treatment were not suitable with
ondansetron, metochlorpramide, combination of ondansetron – metochlorpramide.
The use of antiemetic on cancer patients who got strong and
medium emetogenic cytostatic was not been suitable with literatures
because the patients were not given dexamethasone as combination therapy.
For cancer patients given before and after medical treatment with weak
emetogenic effect weren’t suitable in both of hospitals. Antiemetic usage
before cytotoxic treatment that was not suitable was ondansetron and
metoclopramide, where as antiemetic usage after cytotoxic that was suitable
was metoclopramide.
Key words: Antiemetic, Emetogenic Effect, Cytotoxic, hospital
Pendahuluan
Penyakit kanker dewasa ini menduduki
peringkat teratas penyebab kematian manusia.
Di negara maju kanker merupakan penyebab
kematian kedua setelah penyakit kardiovaskuler.
(Anonim, 2000).
Sitostatika mempunyai efek yang dapat
merugikan seperti gangguan gastrointestinal
(emetogenik). Berdasarkan sifat emetogenik
obat-obatan kemoterapi dibagi menjadi 3 (tiga),
yaitu emetogenik berat, sedang dan ringan
(Anonim, 1998).
Penelitian mengenai pemberian antiemetik
khususnya untuk pasien kanker yang
memperoleh sitostatika demikian penting
dilakukan dengan melihat pola penggunaannya
di pusat-pusat layanan kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.
Tidak semua rumah sakit memberikan terapi
yang paripurna kepada pasien kanker.
Jenis pengobatan kanker yang digunakan
pada dasarnya sama, yaitu pembedahan, radioterapi,
obat-obatan sitostatika (kemoterapi),
imunoterapi, pengobatan dengan hormon,
tumbuhan obat, simplisia dari binatang dan
mineral lainnya (Dalimartha, 1999).
Kemoterapi merupakan terapi sistematik
yang dapat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan kanker atau untuk membunuh sel
sel kanker dengan obat-obat anti kanker yang
disebut sitostatika (Sukardja, 2000).
Mual dan muntah merupakan efek
samping yang menakutkan bagi penderita dan
keluarganya sehingga kadang-kadang penderita
menolak pengobatan lanjutan , karena efek
samping tersebut muncul setelah pengobatan
sitostatika berlangsung. Akibat lebih lanjut dari
muntah yang tidak diobati atau mendapat
pengobatan yang tidak adekuat pada penderita
kanker, pada umumnya keadaan yang lemah,
nafsu makan dan minum menurun, status gizi
yang kurang baik, dehidrasi, gangguan elektrolit
dan pneumonia aspirasi. (Alsagoff-Hood,
1995).
Impuls yang berasal dari otak untuk
memulai muntah kadang terjadi tanpa didahului
perangsangan mual (Guyton and Hall, 1997).
Antiemetik dapat menutupi penyebab muntah.
Tabel I. Beberapa contoh paduan obat kemoterapi yang lazim digunakan
No Jenis obat dan cara pemberian Penggunaan
1 CAF
Cyclophospamid, i.v., 500 mg/ m², 1 hari
Doxorubicin (Adreamycin), i.v., 50 mg/ m², I hari
Fluorouracil, i.v., 500 mg/ m², 1 hari.
Kanker payudara
2 CAV
Cyclophospamid, i.v., 45 mg/ m², 1 hari
Doxorubicin (Adreamycin), i.v., 50 mg/ m², I hari
Vincristin, i.v.,1,4 mg/ m²(max: 2 mg), 1 hari
Kanker alat kelamin
3 CAP
Cisplatin, i.v., 50 mg/ m²,hari 1
Cyclophospamid, i.v., 500 mg/ m², 1 hari
Doxorubicin (Adreamycin), i.v., 50 mg/ m², I hari.
Kanker ovari
Dyah Aryani Perwitasari
Majalah Farmasi Indonesia, 17(2), 2006 93
Muntah terjadi akibat dari stimulasi dari pusat
muntah dan berlangsung menurut beberapa
mekanisme (Gambar 1).
Empat bagian susunan emetogenik pada
obat sitostatika antara lain:
a. Mual muntah akut. Biasanya terjadi saat
sedang pemberian sitostatika. Tanpa pengobatan
antiemetik, obat sitostatika dengan
potensi mual muntah sedang sampai berat
diperkirakan dapat menyebabkan mual
muntah yang berulang atau terus menerus.
b. Mual muntah tertunda menggambarkan
keterlambatan mual muntah akibat penggunaan
terapi sitostatika cisplatin. Terjadi
2-6 hari setelah terapi.
c. Mual muntah yang berlarut, biasanya untuk
obat sitostatika emetogenik sedang seperti
cyclophospamid dosis 500 mg dapat
menyebabkan mual muntah selama 2-3 hari.
d. Antisipator mual muntah. Ini terjadi pada
pasien yang sudah merasa mual atau rasa
tidak enak diperut dan cemas, padahal obat
sitostatika belum diberikan. Sebagian pasien
dapat menekan rasa tersebut dengan latihan
relaksasi (Jeffery..et.al.,..1998). Potensi timbulnya
mual dan muntah oleh kemoterapi
(Tabel II ).
Pedoman antiemetik dalam penatalaksanaannya
disesuaikan dengan literatur dapat
dilihat pada Tabel III.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pola penggunaan antiemetik
pada penderita kanker yang mendapatkan
pengobatan sitostatika berdasarkan terjadinya
efek potensi emetogenik yang berbeda di
rumah sakit negeri dan rumah sakit swasta di
Yogyakarta, yang disesuaikan dengan literatur
Jeffery et al, (1998).
Metodologi
Jenis penelitian merupakan penelitian
deskriptif analitik yang bersifat retrospektif dengan
melihat data primer yaitu medical record yang ada di
satu rumah sakit di Yogyakarta. Populasi penelitian
adalah semua medical record pada pasien kanker yang
mendapatkan sitostatika di rumah sakit. Sampel
adalah medical record pasien kanker yang mendapat
sitostatika di rumah sakit di Yogyakarta pada
periode Januari – Juni 2003.
Gambar 1. Mekanisme muntah dan titik-titik kerja antiemetik (Tjay and Raharja, 2002)
Tabel II.Potensi emetogenik obat sitostatika (Jeffery
et al, 1998)
Efek
timbulnya
emetogenik
Obat Sitostatika
Berat Cisplatin
• Akut
• Tertunda/ delayed
Dactinomycin, Cytarabine
(dosis tinggi)
Sedang Cyclophosphamid
Carboplatin
Doxorubicin
Daunorubicin
Ringan Etoposide
Fluorouracil
Hydroxyurea
Metotrexat
Chlorambucil
Vinblastine
Vincristine
Melphalan (PO, dosis ringan)
Mercaptopurine
Kajian penggunaan antiemetika...................
Majalah Farmasi 94 Indonesia, 17(2), 2006
Definisi variabel operasional penelitian
Pola penggunaan antiemetik pada kasus
penderita kanker adalah penggunaan antiemetik
sebelum penggunaan sitostatika dan setelah penggunaan
sitostatika berupa nama obat, jenis pemberian,
dan dosis pemberian. Pasien adalah pasien kanker
yang mendapatkan sitostatika dengan usia 20 -60
tahun di satu rumah sakit di Yogyakarta. Kategori
pasien adalah kategori mual muntah dan kategori
tidak mual muntah, digolongkan berdasarkan
pengobatan dengan sitostatika yang mempunyai sifat
potensi emetogenik secara teoritis (berat, sedang,
ringan).
Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif untuk mengetahui pola penggunaan
antiemetik pada penderita kanker sebelum dan
setelah mendapatkan sitostatika berdasarkan nama
obat, jenis pemberian, dosis pemberian. Kemudian
ketepatan pemberian antiemetik dianalisis apakah
sudah sesuai dengan literatur (Jeffery et al, 1998)
Hasil Dan Pembahasan
Distrbusi penggunaan antiemetik pada
54 pasien di rumah sakit di Yogyakarta
berdasarkan jumlah pengobatan (Tabel IV ).
Antiemetik yang digunakan di rumah
sakit pada pasien yang mendapat sitostatika
emetogenik berat adalah ondansentron 8-24
mg, metoklorpramid 10-40 mg atau kombinasi
ondansentron 10 mg-metoklorpramid 10 mg.
Di rumah sakit ini tidak diberikan dexametason
sebagai kombinasi antiemetik. Tujuan penggunaan
antiemetik kombinasi dexametason dan
metoklopramid selama 5 hari secara peroral
setelah pengobatan sitostatika untuk mengatasi
mual muntah yang tertunda akibat cisplatin
(Jeffery et al, 1998).
Gambaran pasien yang mengalami mual
muntah dan kesesuaian penggunaan antiemetik
berdasarkan literatur (Tabel V). Pemberian
antiemetik baik sebelum maupun sesudah
pengobatan belum ada yang sesuai dengan
literatur karena tidak menggunakan kombinasi
deksametason. Antiemetik yang diberikan
adalah ondansentron, metoklorpramid dan
kombinasi keduanya.
Dosis pemakaian ondansetron 8 mg,
metoklopramid 10-40 mg dan kombinasi
dexametason 8 – 20 mg. Penggunaan antiemetik
sebelum pengobatan sitostatika berupa
sediaan injeksi agar dapat mempercepat kerja
obat tanpa melalui absorpsi. Sedangkan setelah
pengobatan sitostatika secara peroral kerja
obatnya melalui absorpsi biasanya 3 kali sehari
selama 5 – 10 hari untuk mengatasi terjadinya
efek emetogenik tertunda.
Penggunaan antiemetik pada sitostatika
dengan efek emetogenik sedang (Tabel VI).
Pemberian antiemetik di rumah sakit
sebelum dan sesudah pemberian sitostatika
belum ada yang sesuai dengan literatur.
Antiemetik yang diberikan di rumah sakit
adalah ondansentron, metoklorpramid dan
kombinasi keduanya.
Dari Tabel VII penggunaan dosis
antiemetik untuk sebelum pengobatan
sitostatika sudah sesuai dengan aturan pemakaian
dexametason 8-20 mg – ondansetron 8
mg (Jeffery et al, 1998). Metoklorpramid yang
diberikan di rumah sakit adalah 10-14 mg,
disesuaikan dengan frekwensi muntah pasien.
Pasien kanker yang mendapatkan
sitostatika seperti fluorouracil, metotrexate,
bleomicyn, dan vincristin dan lainnya,
mempunyai efek emetogenik ringan. Pemberian
antiemetik pada pasien kanker yang mendapatkan
sitostatika dengan efek emetogenik ringan
(Tabel VIII ).
Antiemetik yang diberikan baik sebelum
maupun sesudah pemberian sitostatika belum
Tabel III. Obat sitostatika dengan pemberian antiemetik (Jeffery et al, 1998).
Obat Sitostatika Sebelum Sitostatika Setelah Sitostatika
1. Emetogenik berat
• Cisplatin > 50 mg/ml IV 1-3
jam
Dexametason 8–20 mg
dengan Ondansetron 8 mg
Metoklopramid 10-40 mg atau
penambahan dexametason untuk 5 hari
(dosis awal 8 mg selama 3 hari, untuk 2
hari dosis 4 mg)
2. Emetogenik Sedang
• Cyclophospamid
• Doxorubicin
Dexametason 8-20 mg
dengan Ondansetron 8 mg
Metoklopramid atau prokhlorperazin
sesuai dosis untuk 1-3 hari
3. Emetogenik Ringan
• Fluorouracil
• Metotrexat
Dexametason 8-12 mg Metoklopramid atau Prokhlorperazin
Dyah Aryani Perwitasari
Majalah Farmasi Indonesia, 17(2), 2006 95
ada yang sesuai dengan literatur, karena yang
diberikan sebelum pemberian antiemetika
adalah ondansentron atau metoklorpramid
tanpa dikombinasi dengan deksametason.
Sedangkan antiemetik yang diberikan setelah
pemberian sitostatika adalah ondansentron,
metoklorpramid atau kombinasi metoklorpramid
dengan ondansentron .
Tabel IV. Distribusi penggunaan jenis sitostatika berdasarkan efek emetogenik di rumah sakit
No
Potensi
emetogenik
Nama obat
Jumlah
pengobatan
1. Emetogenik Berat Cisplatin 14
Cisplatin – Doxorubicin/Bleocin-Siklofosfamid 5
Cisplatin – Siklofosfamid 7
Cisplatin-Fuorourasil 9
Total 35
2. Emetogenik sedang Mitomisin 8
Doxorubicin 10
Formorubisin 22
Cyclophospamid-Formorubisin- Fluorouracil 9
Cyclophospamid-Doxorubicin/Formorubisin 6
Formorubisin -5FU 5
Neosar-Adriamisin-Vinkristin 1
Carboplatin 4
Total 63
3. Emetogenik Ringan Cytarabine 2
Fluorouracil 166
Medroxyprogesteron 2
Vincristine-Fluorouracil 1
Etoposide 3
Total 174
Tabel V. Jumlah pengobatan sitostatika dengan emetogenik berat berdasarkan kondisi pasien dan waktu
pemberian antiemetik di rumah sakit
Pengobatan Sitostatika Jumlah pemberian antiemetik
Kondisi pasien
Jumlah
Tidak sesuai
literatur
Tidak sesuai literatur
Sebelum + Setelah Sebelum Setelah Tanpa
Mual Muntah 22 12 (30,8 %) 8 (20,5 %) 1 (2,5 %) 1 (2,5 %)
Tidak Mual muntah 17 - 13 (33,3 %) - 4 (10,3 %)
Total 39 0 21 1 5
Tabel VI Jumlah pengobatan sitostatika dengan efek emetogenik sedang berdasarkan kondisi pasien dan
waktu pemberian antiemetik di rumah sakit
Pengobatan Sitostatika Jumlah pemberian antiemetik
Kondisi pasien Jumlah
Tidak sesuai literatur Tidak sesuai literatur
Sebelum + Setelah Sebelum Setelah Tanpa
Mual Muntah 44 9 (14,8 %) 14 (22,9 %) 6 (9,8 %) 15(24,6 %)
Tidak Mual muntah 17 - 12 (19,7 %) 1(1,7 %) 3 (4,9 %)
Total 61 26 7 18
Kajian penggunaan antiemetika...................
Majalah Farmasi 96 Indonesia, 17(2), 2006
Jenis penggunaan antiemetik sebelum
dan setelah pengobatan sitostatika tidak sesuai
sehingga tidak dapat dikaji, yang sesuai hanya
untuk setelah pengobatan sitostatika saja yaitu
pemberian metoklopramid 10 mg dengan
frekuensi dan lama pemberian selama 3 kali
sehari selama 5 hari. Di dalam literatur
frekuensi dan lama pemberiannya tidak
diketahui sehingga tidak dapat dikaji.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
hasil penelitian belum dapat digeneralisasi
untuk semua rumah sakit. Hal ini disebabkan
karena setiap rumah sakit mempunyai prosedur
terapi yang berbeda. Acuan literatur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah acuan
internasional, karena di rumah sakit negeri dan
rumah sakit swasta belum mempunyai prosedur
terapi antiemetik pada pasien kanker.
Kesimpulan
Pemberian antiemetik di rumah sakit
pada sitostatika emetogenik berat belum ada
yang sesuai dengan literatur karena yang
diberikan adalah ondansentron saja atau
metoklorpramid saja, tanpa kombinasi dengan
deksametason.
Pemberian antiemetik di rumah sakit
pada sitostatika emetogenik ringan belum ada
yang sesuai dengan literatur karena yang
diberikan adalah ondansentron saja atau
metoklorpramid saja.
Penggunaan antiemetik di rumah sakit
pada pengobatan sitostatika dengan emetogenik
ringan belum sesuai dengan literatur karena
hanya mendapatkan antiemetik sebelum atau
setelah pengobatan sitostatika saja. Antiemetik
yang digunakan sebelum pengobatan sitostatika
adalah ondansetron 8 mg dan metoklopramid
10 mg dalam bentuk sediaan injeksi. Sedangkan
penggunaan antiemetik setelah pengobatan
sitostatika sudah sesuai yaitu penggunaan
Ondansentron 8 mg dan metoklopramid 10 mg
dalam bentuk sediaan peroral.
Tabel VII Jenis antiemetik pada pengobatan sitostatika dengan efek emetogenik sedang berdasarkan
dosis dan jalur pemberian antiemetik.
No. Jenis antiemetik
Sebelum pengobatan
Sitostatika
Setelah pengobatan
Sitostatika
1. Ondansetron
8 mg/4 ml(i.v) 8 mg(p.o)
2. Ondansetron-Dexametason 8 mg/4 ml(i.v)– 8 mg/ 2 ml(i.v) 0,5 mg(p.o)-8 mg(p.o)
Tabel VIII. Jumlah pengobatan sitostatika dengan efek emetogenik ringan berdasarkan kondisi pasien
dan waktu pemberian antiemetik di rumah sakit
Pengobatan Sitostatika Jumlah pemberian antiemetik
Kondisi pasien
Jumlah
Tidak sesuai literatur Tidak sesuai literatur
Sebelum + Setelah Sebelum Setelah Tanpa
Mual-muntah 16 4 (3,5 %) 2 (1,8 %) 7 (6,1 %) 8(7,0 %)
Tidak mual
muntah
99 - 7(6,1 %) -
84(73,0 %)
Total 115 4 9 7 92
Tabel IX. Jenis antiemetik pada pengobatan sitostatika dengan efek emetogenik ringan berdasarkan dosis
dan jalur pemberian antiemetik
No Jenis antiemetik
Dosis sebelum
pengobatan Sitostatika
Dosis setelah
pengobatan Sitostatika
1. Ondansetron 8 mg/4 ml(i.v) -
2. Metoklopramid 10 mg/2ml(i.v) 10 mg(p.o)
Dyah Aryani Perwitasari
Majalah Farmasi Indonesia, 17(2), 2006 97
Daftar Pustaka
Alsagoff-Hood, 1995, Kanker Paru dan Terapi Paliatif, Airlangga Universitas Press, Surabaya. hal 143-
144.
Andrijono, 2003, Sinopsis Kanker Ginekologi, With Compliments, Bristol Myers Squib Ongkologi,
Jakarta. hal. 71.
Anonim, 1998, Mual dan Muntah pada Kanker, Majalah Ilmu Penyakit Dalam Vol. 24, No. 2, FK
Unair, hal 54-55.
Anonim, 2000, Neraca, http://www.idionline.org/kliping/, 27 Februari 2004
Dalimartha, S., 1999, Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker, Swadaya Press, Jakarta, hal. 1-5.
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC, Jakarta, hal. 1058.
Jeffery, H., Richard, D., and James-Chatgilaou, G., 1998, Clinical Pharmacy : A pratical Approach, The
Society of Hospital of Australia, Pharmacists of Australia, page 360.
Sukardja, I.D.G., 2000, Ongkologi Klinik, Airlangga Universitas Press, Surabaya, hal. 213, 239.
Tjay, T.H. and Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting. Khasiat, Penggunaan, dan Efek Samping, Edisi V,
Gramedia, Jakarta, hal. 254-268.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar